(Halaman 32)
Saat panen jagung, semua warga turun tangan. Ada yang bertugas memanen, mengumpulkan jagung hingga memipil biji jagung. Tanda-tanda jagung siap panen ketika daun jagung menguning dan bagian tongkolnya mengeras.
(Halaman 33)
Membaca Buku, Membaca Hidup...
(Halaman 32)
Saat panen jagung, semua warga turun tangan. Ada yang bertugas memanen, mengumpulkan jagung hingga memipil biji jagung. Tanda-tanda jagung siap panen ketika daun jagung menguning dan bagian tongkolnya mengeras.
(Halaman 33)
1. Fauzi Adrian Habibie
-Lahir di Yogya, 15 April 2013 (usia 12 tahun)
-Kelas 6 SDN Siraman.
-Anak kedua dari dua bersaudara.
-Putra Bapak dan Ibu.
-Tinggi badan: 155 cm dan berat 49 kg (tinggi kurus)
-Kulit: sawo matang
-Rambut: lurus dan cepak.
Sifat internal: Rasa ingin tahu besar, suka mencoba hal baru, keras kepala dan tidak sabaran.
Sifat eksternal: Suka belajar dan mengutak-atik benda.
Kebiasaan unik: suka bawa tas berisi peralatan dan memungut benda apa saja.
2. Adimas Marwan Hatta
-Lahir di Yogya, 10 Januari 2012 (usia 13 tahun)
-Kelas 7 SMP Siraman.
-Anak pertama dari dua bersaudara.
-Putra Bapak dan Ibu.
-Tinggi badan: 157 cm dan berat 52 kg (tinggi berisi)
-Kulit: sawo matang
-Rambut: keriting dan agak panjang
Sifat internal: Jahil, dan suka menolong,
Sifat eksternal: Suka olahraga, suka baca.
Kebiasaan unik: Omongannya kayak kamus berjalan
(Halaman 20)
Ada si panjang tangan!
Berkali-kali, anak-anak sekelas kehilangan barang. Dompet Ruri hilang, kotak bekal Farah juga. Eh, terakhir, topi keren Wisnu raib. Padahal, baru dibelikan Bapaknya saat tugas ke Jakarta. Satu kelas tentu saja resah.
"Kita harus menangkap pelakunya." Ruri menangis.
"Caranya?"
Rustam mengedikkan bahu, bingung. Alif sang ketua kelas tersenyum, "Kita jebak pelakunya!"
Fauzi tertawa. "Aku punya ide lebih cemerlang. Kita takut-takuti pencurinya!"
Anak-anak sekelas menatap anak kurus itu penasaran. Ia tak peduli. Malah mengeluarkan tas kecilnya. Berbentuk segi empat, terbuat dari kulit imitasi berwarna cokelat lusuh. anak-anak semua tahu apa isi tas itu.
Ya, tas bapak-bapak itu berisi berbagai peralatan ajaib Fauzi. Mulai dari kabel bekas, hingga baterai.
"Beri aku waktu. Nanti aku jelaskan semuanya."
(Halaman 21)
Fauzi mengeluarkan peralatannya, ia meminjam ponsel ketua kelas. "Untuk apa?"
Anak-anak kembali ke bangkunya, sambil menyimpan penasaran. Apa yang akan dilakukan anak itu?
Sebelum jam istirahat, Fauzi, Lili, Wisnu dan Alif berembuk. Ketika anak-anak keluar kelas, mereka melancarkan aksinya. Fauzi meletakkan ponsel Alif di atas rak buku dibalik vas bunga.
"Aman."
"Kalian jajan saja. Biar aku tunggu di sini." ujar Alif.
"Aku temani. Nggak boleh banyak yang menunggu nanti ketahuan." timpal Fauzi.
Wisnu dan Lili mengangguk dengan berat hati, mereka penasaran siapa pelakunya!
"Pinjam ponselmu, Li!" Fauzi mengingatkan.
Lili menyodorkan ponsel. Fauzi dan Alif pun bersembunyi di atas pohon depan kelas. Kelas mereka letaknya paling ujung dan sepi jarang dilalui orang.
Bu Agni lewat. Tetapi, ia hanya merapikanpot bunga di depan kelas mereka. Lalu, ada anak kelas lima melewati kelas berdua.
(Halaman 22)
Fauzi dan Wisnu deg-degan. Apakah mereka pelakunya?
Ternyata, mereka hanya mengambil bola milik sekolah di rak perlengkapan depan kelas.
Alif duduk dengan gelisah di batang pohon,"Duh, aku lapar!"
"Sabar, mau kuperlihatkan gambar mi ayam?"
Tak lama, mas Ading berjalan santai depan kelas. Bahu Fauzi menegang.
"Nggak mungkin Mas Ading.." desis Alif.
Lelaki muda penjaga sekolah itu celingukan kiri kanan. Lalu, membuka pintu kelas yang tak terkunci.
"Masa sih dia?" Fauzi memberikan ponsel Lili pada Alif. "Siap-siap, ya. Kalau dia sudah melancarkan aksinya, laksanakan sesuai rencana!"
Alif mengangguk tegang. Mas Ading berkeliling, membuka satu-persatu tas anak-anak. Gerakannya terlihat jelas dari atas pohon. Ia menemukan dompet di dalam tas Sawitri, ia tersenyum mengintip isinya. Lalu, memasukkan duitnya ke saku celana.
(Halaman 23)
Fauzi menepuk jidat. Dompet anak itu ada isinya. Dia mau beli buku cerita pulang sekolah! Duh!
"Sekarang!" perintah Fauzi.
Alif mengangguk, lalu menelpon ke ponselnya. Tak lama, suara cekikikan hantu terdengar seantero kelas! Seram sekali, Alif dan Fauzi merinding!
Mas Ading terpaku. Celingukan ke kiri dan kekanan dengan wajah pucat pasi. Fauzi merekamnya. Ia mundur ke arah papan tulis, lalu tersandung kaki meja dan tersungkur di depan kelas!
"Ampun, ampun, tak lagi-lagi!" Ia merogoh sakunya, melempar uang tadi dan berlari ke koridor yang sepi.
Alif dan Fauzi saling tos. "Yes, berhasil!"
Tak lama, mereka melapor ke wali kelas, Pak Ono. Mas Ading yang ramah itu dipanggil pak kepsek dan diinterogasi hingga mengaku. Ternyata, ia terjerat pinjol dan nekad mencuri. Mas Ading mengembalikan barang-barang curiannya sebelum dipecat dari sekolah.
"Penemu sering dianggap aneh dan nyentrik. Sepertinya kamu termasuk deh." ejek Marwan.
Fauzi yang saat itu sedang berusaha membuat es batu kopi susu anti ngantuk di freezer mengangguk. "Aku aneh tapi keren!"
Marwan melengos.
"Coba ganti kopinya dengan durian pasti lebih enak!"
Fauzi melengos. "Aha, selesai!"
Ia kembali menonton video review laptop di ponselnya. Gadgetin, itu nama akun Yutub reviewer laptop itu. Ia sudah lama ingin memiliki laptop yang dibahas David itu. Kalau punya laptop, ia pasti selangkah lebih dekat dengan cita-citanya menjadi penemu cilil.
Selama ini, ia hanya punya ponsel butut lungsuran dari Mas Marwan. Yang penting, bisa dipakai untuk berinternet. Tapi, susah banget untuk membuka video, lambat dan patah-patah. Baru kali ini ia begitu menggebu-gebu ingin punya laptop.
Ia ingin mengikuti kelas elektronika online dengan dosen di Jakarta. Pak Wahab, dosen itu punya akun Yutub yang sering mengajarkan cara-cara membuat alat. Akun Yutub inilah yang selalu ia intip dan pelajari. Sayangnya, kelas itu diadakan via Zoom dan ponsel Fauzi tak bisa menginstalnya. Ia ingin sekali punya laptop dan belajar langsung dari idolanya.
"Akk, aku pengen laptop!"
Fauzi tahu, harganya tidak murah. Bapaknya seorang petani jagung di Desa Siraman, Wonosari tak punya banyak uang.
Fauzi punya tabungan di bank. Ia sering menang lomba menggambar hingga tingkat provinsi. Uangnya selalu ia tabung. Tapi, untuk beli laptop tabungannya belum cukup. Bapak pernah janji, kalau panen jagungnya berhasil Bapak akan menambah uang untuk membeli laptop.
Fauzi yakin, ia pasti ia makin banyak menemukan alat-alat baru jika punya laptop. Laptop akan memudahkan ia membuat rancangan desain, mencari referensi dan juga belajar tentang elektronika.
Perjalanan jagung untuk panen butuh waktu lama. Sedangkan, kebutuhan Fauzi untuk memiliki laptop sangat darurat. Mulai dari proses panen, pengeringan hingga memipil jagung. Proses memipil jagung saja butuh berhari-hari.
"Sabar, sebentar lagi panen. Doakan Bapak biar panennya berhasil!"
Fauzi menghela napas. "Panen jagung kan butuh waktu lama, Mas. Apalagi, kita harus membantu Bapak memipil biji jagung. Itu tugas yang berat dan bikin pegal. Duh, kapan Bapak bisa menambah uang Fauzi untuk beli laptop? Fauzi pengen sekali ikut kelasnya pak dosen bulan depan!"
Mas Marwan nyengir, "Mas punya banyak duit. Duit monopoli, kamu mau Mas belikan laptop?" candanya.
Fauzi melirik kakaknya sadis. "Laptopnya tapi dalam bentuk gambar ya?"
Premis:
Seorang anak yang keras kepala menginginkan laptop, tapi orangtuanya tidak bisa membelikan karena panen jagung belum bisa langsung dijual, untuk itu dia berusaha membuat alat untuk mempercepat merontokkan jagung agar bisa segera dijual dan membeli keinginannya.
Sinopsis:
Fauzi Adrian Habibie adalah seorang anak yang kreatif tapi keras kepala dan grasa-grusu. Sejak kecil, ia hobi mengutak-atik barang karena penasaran. Ia suka barang elektronik, baca ensiklopedia dan hobi nonton yutub tutorial. Ia ingin jadi penemu hebat seperti Pak Habibie. Ia dijuluki profesor di rumah dan sekolah. Beda dengan kakaknya Marwan yang badannya kuat karena suka olahraga.
Sehari-hari, ia suka diminta tokong keluarganya untuk memperbaiki apa saja. Misalnya hp ibu yang nggak bisa WA ternyata kepencet mode pesawat. Bapak nggak bisa buka web berita ternyata kuota habis.
Ia pernah membongkar kipas angin kesayangan ibu karena penasaran kok kipasnya muter. Akibatnya, ibu nyaris nangis karena gunungkidul sedang hot-hotnya. Kakaknya yang nggak bisa tidur gelap jadi masalah karena Fauzi tak bisa tidur kalau terang padahal mereka sekamar. Fauzi pun membuat lampu tidur dari kardus bekas.
Ia punya ide membuat robot pel sederhana ketika main ke apartemen Bulik Raya si pusat Yogya. Ibu pun terbantu walaupun bentuknya aneh. Suatu hari, para petani mau panen jagung. Fauzi dan Marwan mau kabur karena tugas mereka memipil biji jagung bikin tangan luka. Fauzi pun ada ide bikin alat perontok jagung otomatis tapi kesulitan membuatnya. Dibantu kakaknya, ia berhasil membuat alat perontok jagung dan panen ayahnya sukses. Ia berhasil membeli laptop idamannya.
(Cerita ini kisah Ahnaf, peneliti cilik dari Gunungkidul yang menemukan alat perontok jagung otomatis dan membantu warga desanya lebih produktif)
(Halaman 12)
"Marwan, Fauzi, nanti bantu bapak merontokkan biji jagung ya!"
Fauzi dan Mas Marwan langsung memberi hormat pada bapak. Kebiasaan setiap tahun di kampung mereka semua orang dikerahkan untuk memanen jagung, tanaman yang jadi kebangaan kampung mereka di Gunungkidul.
Fauzi menghela napas. Memanen jagung beramai-ramai memang menyenangkan. Biasanya, warga kampung yang sedang merantau pun pulang untuk panen. Suasananya meriah banget dan pemuh kebahagiaan. Ada syukuran setelah panen di mana mereka menikmati panen jagung yang manis dan pulen. Akk!
(Halaman 13)
Fauzi terbahak.
"Bagaimana caranya ya biar kita nggak usah merontokkan jagung pakai pisau atau tangan? Pas pakai pisau, ingat Anto? tangannya berdasrah dan harus dijahit!" Fauzi bergidik. "Adakah Doraemon punya alat perontk biji jagung?" Marwan menerawang jauh. "Bagaimana kalau kita bikin alat untuk merontokkan biji jagung? jadi, nggak usah pakai tangan atau pisau."
(Halaman 14)
(Halaman 28)
"Mas, jagung kalau digesekkan dengan benda gitu kan bisa lepas sendiri bijinya ya?" Fauzi mengernyitkan kening.
"Pakai apa ya, barang yang nggak bikin biji jagungnya hancur. Kalau bijinya hancur, berarti gesekannya terlalu kuat ya? Bisa-bisa Bapak dan para petani ngamuk karena kita merusak biji jagung yang berharga!" Fauzi mencoret-coret.
"Pakai apa ya? pisau?"
Marwan menggeleng. "Kalau pakai mata pisau, pasti hancur dek!"
Mereka berdua sedang duduk di teras, bapak sedang memanaskan motornya sebelum berangkat berladang. Motornya distandar dua di teras. Bannya berputar.
Fauzi mengambil jagung di dalam rumah lalu meletakkannya di dekat ban yang berputar. Eh, berhasil! biji jagungnya lepas! Walaupun beterbangan, di mana-mana.
"Aha, kita pakai ban bekas saja! geriginya bisa merontokkan jagung!" marwan bersorak. "Eureka!"
(Halaman 29)
Dengan gagasan itu, Fauzi membuat sketsa kasar di buku gambarnya. "Kalau bisa pakai bahan bekas saja ya, mas. Biar lebih murah biayanya."
Marwan mengangguk setuju, "Kita coba saja. Mas punya ban bekas di gudang. Pakai itu saja!"
"Kita pakai tuas untuk memutar rol atau pakai dinamo?" Marwan memutar otak.
"Keduanya saja. Jadi, kalau mati listrik tetap bisa kerja!" Fauzi tersenyum lebar.
"Kita butuh dinamo kecil untuk penggerak, pipa PVC dan saringan.."
"Kalian sedang apa?" Kakek mendekat. Rumah Kakek letaknya di sebelah rumah mereka.
(Halaman 30)
Marwan menceritakan ide mereka. Kakek mengangguk. "Kita bisa membuat kotak kayu untuk biji yang sudah dipipil jadi tak berceceran." usul Kakek. "Kakek bisa bantu!"
Kakek adalah seorang tukang kayu andal. Fauzi berbinar-binar, mereka bertiga diskusi tentang alat perontok jagung. Kakek memberikan saran-saran.
"Kek, Ibu tuh sering kesulitan mengiris pisang dan singkong untuk dibuat criping. Ada usul nggak Kek?" Fauzi teringat ibunya yang bersusah-payah setiap hari.
"Ah, bagaimana kalau kita pasang mata pisau otomatis di bagian samping ? Jadi, bisa mengiris pisang dan ketela lebih cepat?" usul Mas Marwan. "Ibu nggak kecapekan lagi kalau bisa mengiris otomatis.
"Aku punya mata pisaunya di lab!" Fauzi berlari ke gudang. "Bekas punya kakek!"
Kakek mengangguk. "Kakek bisa bikin lingkaran dengan beberapa pisau, terus kalau diputar tuasnya, pisangnya bisa terpotong rapi!"
"Keren!" seru Fauzi dan kakaknya.
Tak lama, gambar mereka pun jadi.
Marwan menelpon Bulik Raya, janjian membeli barang-barang dibutuhkan.
Ban bekas dibentuk rol untuk menggesek jagung.
Motor kecil dari mesin wiper bekas sepeda motor.
Rangkap saringan untuk memisahkan biji jagung dari serpihan tongkol.
Membuat rangka sederhana dari kayu, sebagai dudukan motor dan juga lingkaran pisau.
(Halaman 31)
Keesokan harinya, Kakek datang dengan membawa kotak kayu. "Kalian bisa meletakkan rol ini di dalamnya. Marwan memasang motor yang terhubung ke rol karet lewat sabuk kecil. Ketika motor menyala, rol akan berputar.
Cara kerjanya mudah, nyalakan alat. Rol akan berputar, kita tinggal memegang tongkol jagung dan ban akan menggesek tongkol jagung hingga biji terlepas! Kali ini, tidak beterbangan karena biji yang dipipil langsung masuk ke kotak kayu yang dibuat kakek. Hebat!
Percobaan pertama, rolnya kurang bergerigi, biji jagung tidak lepas! Huhu. marwan mengganti bannya. percobaan kedua, putaran rol terlalu kencang, biji jagung beterbangan! Muka Mas Marwan kena serangan biji jagung. Ketiganya terbahak.
Fauzi dan Marwan berkali-kali menguji: mengganti ukuran rol, menyesuaikan kecepatan motor, menambah sudut guna mencegah jagung melompat keluar, hingga menambah rangka pelindung agar lebih aman.
Berkali-kali mencoba, akhirnya mesin mereka berhasil memipil biji satu tongkol jagung15 detik! Hasilnya bersih, biji tidak pecah, dan daya listriknya pun sangat rendah—cukup pakai aki motor kecil.
"Hore, kita berhasil!" ketiganya jejingkrakan dan berpelukan.
(Halaman 24)
Hari Minggu, Fauzi dan Mas Marwan pergi ke Kota Yogya. Mereka akan mencari bahan-bahan untuk membuat mesin perontok jagung. Toko peralatan listrik di kota lebih lengkap. Mereka diajak ke rumah kontrakan Bulik Raya, adik Ibu mereka.
Betapa terkejutnya mereka, ketika melihat ada robot pengepel canggih di rumah Bulik! Ya, Adik Ibu bekerja sebagai arsitek dan tinggal sendiri di sebuah rumah mungil tak jauh dari Jalan Malioboro. Bulik Raya, sering mengajak mereka menginap di rumahnya.
Fauzi paling suka main ke rumah Bulik Raya. Rumahnya mungil dan asri. Ia juga punya banyak alat elektronik keren! Semua barang ada yang di ensiklopedi Fauzi ada di rumah Bulik. Kecuali robot asisten rumah tangga dan mesin minuman otomatis sih. Memangnya, mal?
"Wow, bulik cool!"
Anak itu nyaris menangis dan memeluk Bulik Raya.
"Benar kan? Sudah kuduga, kamu pasti happy banget kayak lihat mobil sport!" Bulik Raya bangga.
"Ah, dia sih memang anak aneh," Mas Marwan menggeleng, melahap roti dagingnya.
(Halaman 25)
Fauzi kegirangan, mesin pel ini idamannya! Canggih banget. Bulik Raya meraih remote lalu mengaktifkan robotnya. Robot itu menggelinding perlahan mengitari seluruh ruangan. Bulik malah merobek selembar kertas dan menghamburkannya di lantai. Dengan tenang, robot pengepel menjangkaunya dan dengan sekejap lantainya bersi dari kertas! amazing.
"Hebat banget!"
Ia jadi ingin membuat alat pel seperti itu. Bagaimana caranya membuat alat ini dari barang-barang bekas dan sederhana?
Mas Marwan menggeleng. "Jangan bilang, kamu kepikiran ingin membuat pengepel ini! Kita harus fokus membuat mesin perontok jagung! Ingat, dana kita terbatas!"
Bulik Raya mendekat. "Kalian mau bikin apa?"
Fauzi menjelaskan proyek mereka demi mendapat laptop dari Bapak. Bulik mengangguk dan berbinar matanya mendengarkan ide mereka.
(Halaman 26)
"Kalian hebat. Bulik mau menginvestasikan dana untuk kalian membuat proyek ini. Kalian mau?"
"Bulik mau dapat bagian berapa persen?" tanya Marwan.
Bulik terbahak, "Kalian tak hanya penemu tapi juga pebisnis sejati."
Mereka pun berjabat tangan puas setelah mencapai kesepakatan.
"Sekarang, aku penasaran pengen bikin alat pel ini!" Fauzi bersikeras.
Marwan menggeleng. "Dasar keras kepala!"
Fauzi memeletkan lidahnya. Ia mengeluarkan tas ajaibnya, mengambil selembar kertas dan pena.
"Bagaimana kalau bikin seperti ini?" tanyanya, mencoret-coret desain.
"Wah kotaknya pakai apa?"
"Bulik, punya kotak bekal bekas?" Ia menatap Bulik penuh harap.
"Ah, kotak bekal bulik terpaksa dikorbankan!"
(Halaman 27)
Siang itu, Bulik Raya mengajak mereka beli barang-barang yang dibutuhkan untuk membuat alat pel otomatis yaitu dinamo mini gearbox dan pompa air mini juga saklar dan konektro baterai di toko.
Kebetulan, Bulik punya CD bekas dan pipa PVC di rumahnya. Pulang ke rumah Bulik, Fauzi mengutak atik barang bekas itu. Dibantu Mas Marwan.
Ia memasang dua buah dinamo mini di kotak bekal yang dilubangi. Wadah ini akan berisi baterai dan kabel. Kemudian, satu wadah lagi dilubangi dan diberi pompa mini untuk tempat air. Ia memasang saklar mini pada gagang pipa PVC untuk dinamo. Sedangkan saklar tekan untuk pompa mini.
Fauzi lalu menyambungkan kabel di pipa pada dinamo motor dan baterai di kotak bekal tadi. Mas Marwan menempelkan tali kain yang sudah dipotong pada CD bekas untuk jadi pengepelnya. Fauzi mencoba memasukkan air dan cairan pel pada kotak atas berisi pompa mini. Ia tekan saklarnya, airnya menyembur! Bulik mencoba mengepel ruangan dan berhasil!
"Wah, hadiahkan pada Mbakyu, pasti happy! nggak perlu bungkuk-bungkuk sakiyt punggung mengepel!" Bulik Raya bersorak bangga.